I made this widget at MyFlashFetish.com.

Selasa, 23 Oktober 2012

Tahukah Anda 8 amalan untuk Menyambut Ramadhan


Bulan ramadhan telah berlalu. Datangnya bulan keberkahan dan ampunan memberikan harapan untuk meraih segala kebaikan yang ada di dalamnya. Inilah saatnya untuk menggapai keampunan Allah.
Bagaimanakah rumah setiap muslim mempersiapkan diri menyambut ramadhan? Ada delapan amal yang perlu kita siapkan untuk menyambut bulan mulia ini agar ramadhan kita kali ini benar-benar lebih berarti.
Pertama: Menyediakan waktu untuk muhasabah diri.
Hendaklah setiap muslim yang akan menyambut ramadhan mulai menghitung-hitung amal dan dosa yang telah ia lakukan selama setahun ini. Apakah ramadhannya tahun lalu telah memberikan kepadanya sinergi untuk melalui sebelas bulan yang kini hampir berlalu?
Menghitung-hitung diri saat menjelang datangnya ramadhan menjadi sangat penting, sehingga setiap muslim akan mempunyai azam yang lebih kuat lagi untuk berupaya menggunakan ramadhan kali ini hanyalah untuk kebaikan dan menggapai segala rahmat dan ampunan Allah yang ada di dalamnya.
Allah menegaskan di dalam surat Al- Hasyr :
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا اتَّقُوا اللَّهَ وَلْتَنْظُرْ نَفْسٌ مَا قَدَّمَتْ لِغَدٍ وَاتَّقُوا اللَّهَ إِنَّ اللَّهَ خَبِيرٌ بِمَا تَعْمَلُونَ وَلَا تَكُونُوا كَالَّذِينَ نَسُوا اللَّهَ فَأَنْسَاهُمْ أَنْفُسَهُمْ أُولَئِكَ هُمُ الْفَاسِقُونَ
“Hai orang-orang yang beriman, bertakwalah kepada Allah dan hendaklah setiap jiwa melihat kepada dirinya apa yang telah ia persiapkan untuk hari esoknya, dan bertakwalah kepada Allah sesungguhnya Allah maha mengetahui apa yang kalian kerjakan. Dan janganlah kalian menjadi seperti orang-orang yang melupakan Allah sehingga Allah melupakan diri mereka, merekalah orang-orang yang fasik. (Al-Hasyr: 18-19)
Kedua: Memperbanyak istighfar dan taubat.
Setiap anak adam pasti pernah salah dalam kehidupannya. Iman yang selalu naik dan turun, perjalanan hidup yang banyak godaan pasti akan membuat anak adam pernah terpeleset sehingga terkotori oleh dosa, dan kotoran itu perlu dibersihkan. Maka istighfar dan taubat adalah pembersihnya.
Ketiga: Melatih diri dan anak-anak dengan ibadah romadhan di bulan sya’ban. Seperti melatih berpuasa, membaca Al-Quran, qiyam, sedekah. dan lain sebagainya.
Dari Aisyah ra, ia berkata: “Tidaklah saya melihat Rosulullah menyempurnakan satu bulan puasa kecuali ramdhan, dan tidaklah saya melihat Rosulullah yang paling banyak puasanya kecuali di bulan sya’ban. (HR. Bukhori)
Habib bin Abi Tsabit apabila masuk bulan sya’ban ia berkata: “ini adalah bulan para pembaca Al-Quran”.
Keempat: Memperbaiki hubungan dengan saudara dan keluarga.
Allah berfirman : فاتقوا الله وأصلحوا ذات بينكم
“Bertakwalah kepad Allah dan perbaiki hubungan diantara kalian”.
Memperbaiki kembali hubungan dalam keluarga menyambut ramadhan akan semakin menambah keharmonisan dalam keluarga ketika menjalankan ibadah puasa, karena hati yang bersih akan semakin suci. Maka menjelang ramadahn saatnya untuk saling meminta maaf dan memaafkan.
Kelima: Menjalin silaturrahim dengan tetangga.
Mendekati bulan yang penuh berkah hendaklah juga mulai menjalin kembali silaturrahim dengan teman-teman dan para tetangga, sehingga ketika kita mulai menjalin hubungan dengan Allah, hubungan dengan sesama telah menjadi baik. Dengan demikian kenyamanan jiwa akan benar-benar dirasakan ketika berpuasa.
Keenam: Mempersiapkan bekal keperluan selama bulan ramadhan.
Sehingga ketika telah berada di bulan ramadhan diharapkan waktu yang ada dapat dipergunakan sebaik mungkin untuk memperbanyak ibadah dan tilawah.
Ketujuh: Menghiasi rumah dengan ayat-ayat dan hadist-hadist berkenaaan dengan keutamaan puasa dan ucapan-ucapan menyambut ramadhan. Karena tulisan dan ucapan-ucapan itu akan memberikan motivasi dan kesiapan untuk menyambut bulan yang mulia dan mengisinya dengan ibadah.
Kedelapan: Menambah ilmu dengan membaca buku-buku berkenaan dengan ramadhan. Sehingga diharapkan dapat melaksanakan tuntunan ibadah puasa dengan benar, terhindar dari kesalahan-kesalahan yang dapat membatalkan ibadah puasa atau mengurangi nilainya.

Sudah Tahukah Anda 6 Tanda Malam Lailatul Qadar, Malam Yang Ditunggu-tunggu Umat Muslim Sedunia

Diantara kita mungkin pernah mendengar tanda-tanda malam lailatul qadar yang telah tersebar di masyarakat luas. Sebagian kaum muslimin awam memiliki beragam khurofat dan keyakinan bathil
seputar tanda-tanda lailatul qadar, diantaranya: pohon sujud, bangunan-bangunan tidur, air tawar berubah asin, anjing-anjing tidak menggonggong, dan beberapa tanda yang jelas bathil dan rusak. Maka dalam masalah ini keyakinan tersebut tidak boleh diyakini kecuali berdasarkan atas dalil, sedangkan tanda-tanda di atas sudah jelas kebathilannya karena tidak adanya dalil baik dari al-Quran ataupun hadist yang mendukungnya.

Lalu bagaimanakah tanda-tanda yang benar berkenaan dengan malam yang mulia ini ? Nabi shallallahu’alaihi wa sallam pernah mengabarkan kita di beberapa sabda beliau tentang tanda-tandanya, yaitu:
1. Udara dan suasana pagi yang tenang
Ibnu Abbas radliyallahu’anhu berkata: Rasulullah shallahu’alaihi wa sallam bersabda:
“Lailatul qadar adalah malam tentram dan tenang, tidak terlalu panas dan tidak pula terlalu dingin, esok paginya sang surya terbit dengan sinar lemah berwarna merah” (Hadist hasan)

2. Cahaya mentari lemah, cerah tak bersinar kuat keesokannya
Dari Ubay bin Ka’ab radliyallahu’anhu, bahwasanya Rasulullah shallahu’alaihi wa sallam bersabda:
“Keesokan hari malam lailatul qadar matahari terbit hingga tinggi tanpa sinar bak nampan” (HR Muslim)

3. Terkadang terbawa dalam mimpi
Seperti yang terkadang dialami oleh sebagian sahabat Nabi radliyallahu’anhum

4. Bulan nampak separuh bulatan

Abu Hurairoh radliyallahu’anhu pernah bertutur: Kami pernah berdiskusi tentang lailatul qadar di sisi Rasulullah shallahu’alaihi wa sallam, beliau berkata,
“Siapakah dari kalian yang masih ingat tatkala bulan muncul, yang berukuran separuh nampan.” (HR. Muslim)

5. Malam yang terang, tidak panas, tidak dingin, tidak ada awan, tidak hujan, tidak ada angin kencang dan tidak ada yang dilempar pada malam itu dengan bintang (lemparan meteor bagi setan)
Sebagaimana sebuah hadits, dari Watsilah bin al-Asqo’ dari Rasulullah shallallahu’alaihi wa sallam:
“Lailatul qadar adalah malam yang terang, tidak panas, tidak dingin, tidak ada awan, tidak hujan, tidak ada angin kencang dan tidak ada yang dilempar pada malam itu dengan bintang (lemparan meteor bagi setan)” (HR. at-Thobroni dalam al-Mu’jam al-Kabir 22/59 dengan sanad hasan)

6. Orang yang beribadah pada malam tersebut merasakan lezatnya ibadah, ketenangan hati dan kenikmatan bermunajat kepada Rabb-nya tidak seperti malam-malam lainnya.

Minggu, 23 September 2012

Sempurnakan Puasa, Perbaiki Interaksimu dengan Al-Qur’an




 
Selama Ramadhan Imam Syafii menghatamkan Al-Qur’an sebanyak 60 kali

BULAN Ramadhan sebagai bulan ampunan terkadang masih ditanggapi secara salah. Dikatakan demikian karena puasa belum begitu berpengaruh signifikan dalam pribadi kebanyakan Muslim dalam berinteraksi dengan Al-Qur’an. Padahal Ramadhan sangat erat hubungannya dengan Al-Qur’an.

Ibnu Katsir dalam tafsirnya menjelaskan bahwa Allah memuliakan bulan Ramadhan tidak saja karena di dalamnya diturunkan mu’jizat akhir zaman yaitu Al-Qur’an. Tetapi semua kitab-kitab Allah itu diturunkan dalam bulan Ramadhan.

Imam Ahmad bin Hanbal meriwayatkan dari Watsilah bin Al-Asqa’, bahwa Rasulullah saw bersabda, “Shuhuf (lembaran-lembaran) Ibrahim diturunkan pada malam pertama bulan Ramadhan, Taurat diturunkan pada tanggal 6 Ramadhan, Injil diturunkan pada tanggal 13 Ramadhan, dan Al-Qur’an diturunkan pada tanggal 24 Ramadhan.” (HR. Ahmad).

Hal ini menunjukkan bahwa puasa identik dengan Al-Qur’an. Artinya, di bulan Ramadhan sudah semestinya kecintaan untuk membaca, memahami, menadabburi dan mengamalkan Al-Qur’an menjadi semakin kuat. Setiap Muslim seharusnya memiliki agenda khusus yang prioritas untuk senantiasa memperbaiki kualitas interaksinya dengan Al-Qur’an.

Sebagaimana tujuan puasa itu sendiri agar membentuk pribadi takwa. Tanpa pemahaman yang baik terhadap Al-Qur’an yang disertai dengan komitmen yang kuat untuk mengamalkannya, maka puasa akan kehilangan kesempurnaannya. Bagaimana bisa menjadi takwa jika tidak memahami Al-Qur’an. Padahal perkataan, pikiran, dan perilaku seorang Muslim sangat ditentukan dengan apa yang dibacanya.

Al-Qur’an merupakan petunjuk bagi setiap Muslim untuk bagaimana mendapatkan kebahagiaan dan kemenangan. Di dalamnya terdapat dalil dan hujjah yang nyata dan jelas bagi mereka yang benar-benar berusaha menadabburi dan mengamalkannya.

Tidakkah kita perhatikan betapa perilaku kebanyakan Muslim yang tidak sesuai dengan ajaran Islam disebabkan karena mereka tidak benar-benar memahami dan mengamalkan Al-Qur’an? Maka dari itu bagi Muslim yang benar-benar beriman, membaca Al-Qur’an di bulan Ramadhan bukan lagi satu kewajiban tetapi kebutuhan yang sangat mendesak.

Kualitas dan Kuantitas

Rasulullah tidak pernah melewatkan satu malam pun di Bulan Ramadhan melainkan digunakannya untuk mendabburi Al-Qur’an bersama Malaikat Jibril. Imam Syafi’i juga tidak pernah absen. Setiap Ramadhan penemu ilmu ushul fiqh itu mampu menghatamkan Al-Qur’an sebanyak 60 kali. Sedangkan Sufyan Al-Tsauri, tokoh sufi itu tidak melakukan aktivitas apapun selama Ramadhan selain menadabburi Al-Qur’an.

Itulah contoh atau teladan terbaik bagaimana seharusnya kita berinteraksi dengan Al-Qur’an. Terpenuhi kriteria kualitas sekaligus kuantitas. Tentu itu cukup sulit bagi sebagian besar umat Islam hari ini. Oleh karena itu harus memilih di antara keduanya, prioritaskan kualitas baru kuantitas. Sebab kualitas akan mengantarkan kita merasakan keindahan Al-Qur’an itu sendiri. Meskipun secara kuantitas tetap harus diupayakan.

Pertanyaannya bagaimana membaca Al-Qur’an yang berkualitas itu? Jika membaca secara kuantitas mungkin sudah banyak dipahami, yaitu dengan senantiasa membaca Al-Qur’an baik mengerti makna maupun belum memahami.

Sedangkan yang dimaksud dengan sisi kualitas adalah membaca tidak seberapa banyak tetapi mengantarkan satu cara pandang Qur’ani dalam kehidupan sehari-hari. Artinya, setiap ayat yang dibaca senantiasa dipahami dan diamalkan dalam kehidupan.

Membaca secara kualitas dapat dilakukan dengan berbagai macam cara. Di antaranya adalah membaca tafsir Al-Qur’an. Merangkum kandungan-kandungannya dalam catatan harian. Atau mengikuti kajian-kajian Al-Qur’an di berbagai majelis ilmu selama bulan Ramadhan. Kemudian tidak menambah jumlah ayat sebelum ayat yang telah dipelajari benar-benar dipahami dan diamalkan.

Jangan salah, Manna Al-Khattan dalam kitabnya Mabahits fi Ulumil Qur’an mencantumkan satu riwayat yang menjelaskan bagaimana para sahabat Nabi membaca Al-Qur’an. Mereka membaca Al-Qur’an setiap saatnya sepuluh ayat. Kemudian mereka tidak menambah ayat lain sebelum sepuluh ayat yang telah dipelajarinya benar-benar dipahami dan telah diamalkan.

Oleh karena itu mumpung masih sepekan Ramadhan berlalu, mari kita tata diri untuk memperbaiki kualitas interaksi kita dengan Al-Qur’an. Selain itu akan sangat baik jika kita ikut peduli dengan program dakwah tebar Al-Qur’an. Sebab dengan cara itu, berarti kita telah turut berpartisipasi dalam membumikan Al-Qur’an. Sekalipun kita belum mampu mengajarkan ilmu Al-Qur’an. Insya Allah pahala besar akan Allah berikan kepada kita yang punya niat ikhlas untuk itu.

Fadhilah Membaca Al-Qur’an

Sebagai mu’jizat akhir zaman, Al-Qur’an memiliki banyak keutamaan, terkhusus bagi Muslim yang gemar membacanya. Apalagi jika dilakukan di bulan penuh berkah seperti sekarang.

“Abdullah bin Mas’ud radhiyallahu ‘anhu berkata: “Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda: “Siapa yang membaca satu huruf dari Al Quran maka baginya satu kebaikan dengan bacaan tersebut, satu kebaikan dilipatkan menjadi 10 kebaikan semisalnya dan aku tidak mengatakan الم satu huruf akan tetapi Alif satu huruf, Laam satu huruf dan Miim satu huruf.” (HR. Tirmidzi).

Apabila kita membaca Al-Qur’an di bulan Ramadhan yang pahala mengerjakan ibadah sunnah sama dengan mengerjakan yang wajib tentu akan banyak sekali pahala yang akan kita terima. Padahal satu huruf dihitung pahala. Bagaimana jika kita mampu membacanya sehari satu juz, luar biasa pahala yang akan kita terima.

Dalam hadits yang lain disebutkan bahwa “Siapa yang membaca 100 ayat pada suatu malam dituliskan baginya pahala shalat sepanjang malam.” (HR. Ahmad).

Bukan saja sekedar pahala. Bagi mereka yang gemar membaca Al-Qru’an akan Allah lindungi dari kesesatan. “Abdullah bin Abbas radhiyallahu ‘anhu berkata: “Allah telah menjamin bagi siapa yang mengikuti Al Quran, tidak akan sesat di dunia dan tidak akan merugi di akhirat”, kemudian beliau membaca ayat:

{فَمَنَ اتَّبَعَ هُدَايَ فَلاَ يَضِلُّ وَلاَ يَشْقَى}

“Lalu barangsiapa yang mengikut petunjuk-Ku, ia tidak akan sesat dan tidak akan celaka.” (QS. Thaha: 123).

Jadi mari kita jadikan bulan Ramadhan kali ini sebagai media untuk benar-benar mendekatkan diri kepada Allah dengan gemar menadabburi kitab suci-Nya.

Dengan hanya membaca Al-Qur’an saja kita akan menjadi orang yang bertakwa dan terhindar dari kesesatan. Pantas Rasulullah mengingatkan kita sebagai umatnya agar berpegang teguh kepada Al-Qur’an. Sebab hanya dengan Al-Qur’an kita akan meraih kebahagiaan. Jadi demi kesempurnaan Ramadhan mari kita perbaiki kualitas interaksi kita dengan Al-Qur’an.*

Mau Meraih Surga? Ya Berbuatlah Baik Karena Allah




 
malan ahlul jannah (penghuni surga) adalah iman, takwa, dan amal shalih yang lain

“PERCUMA sholat jika jarang berbuat baik. YANG penting berbuat baik sama orang, meski tidak sholat,” demikian kalimat yang sering kita dengar di masyarakat.
Kekeliruan seperti ini adalah kesalahan konsep berfikir yang sangat berbahaya dan menyesatkan. Surga bukan tempat gratis. Bahkan untuk bisa survive hidup di kota Metropoliran seperti Jakarta saja, mandi dan buang air bersa haruslah membayar, apalagi nilai sebuah surga Allah Subhanahu wata’a.
Benarkah dengan cukup berbuat baik dan beramal orang bisa meraih surga? Tunggu dulu. Kalau cara pandang seperti itu digunakan, betapa banyak pencuri dan perampok baik hati memenuhi surga Allah. Lantas, di mana keadilan Allah kepada orang-orang miskin tapi taat beribadah? Di mana mereka (mungkin) tidak banyak melakukan infaq, shadaqoh?
Kemuliaan surga tidak akan diberikan oleh Allah secara gratis, melainkan kepada hamba-hamba-Nya beriman, bebramal shalih, berjihad di Jalan Allah dan bersabar.
Seperti yang telah dicontohkan oleh para sahabat dan ulama-ulama terdahulu. Abu Bakar adalah satu-satunya orang yang menemani Nabi di gua hingga hanya berdua bersama nabi, mengorbankan hartanya, dan dipanggil dari delapan pintu surga, dan ketika menjadi khalifah, beliau justru melawan orang-orang murtad.
Umar bin Khattab menjadi pemimpin yang paling merakyat. Rela bersusah payah demi hak-hak rakyatnya. Dan tiadalah setan bertemu Umar bin Khattab melainkan lari terbirit-birit. Ide-idenya juga menjadikan wahyu diturunkan lebih dari sekali.
Utsman bin Affan telah mempersiapkan jaisy al-‘usrah, mewaqafkan sumur Rumat untuk umat Islam yang dilanda kekeringan, dan menghatamkan Al-Qur’an dalam setiap raka’at sejarahnya.
Ali telah merelakan dirinya mengganti posisi tidur Rasulullah di ranjang beliau tatkala malam hijrah. Ia juga ksatria perang tanding ketika Badar, pembuka benteng Yahudi di Khaibar, dan penakluk para penentang Islam.
Khalid bin Walid telah mengikuti seratus laga peperangan, membunuh lima ribu prajurit musuh dengan tangannya, dan mematahkan sembilan pedang.
Abdurrahman bin Auf telah menyedekahkan 1000 ekor unta sekaligus muatannya untuk kaum fuqara. Dan, tidak pernah menghadapi meja makan, melainkan menangis karena ingat penderitaan Rasulullah dan para sahabat-sahabatnya.
Sementara itu dari sisi keilmuan, Jabin bin Abdullah harus menempuh sebulan perjalanan ke Mesir hanya untuk peroleh satu hadits, dan Ibnu Musayyab harus menempuh tiga hari perjalanan untuk peroleh jawaban satu masalah.
Ya, mereka itulah calon penghuni surga yang telah Allah janjikan kepada hamba-Nya yang mau bersabar dan berjihad. Bahkan Allah secara tegas mengatakan kepada umat Islam bahwa surga hanya akan diperoleh oleh Muslim yang mau berjihad dan bersabar.
“Apakah kamu mengira bahwa kamu akan masuk surga, padahal belum nyata bagi Allah orang-orang yang berjihad diantaramu dan belum nyata orang-orang yang sabar.” (QS. 3 : 142).
Ibn Katsir menjelaskan dalam tafsirnya; “Kalian tidak akan masuk surga sehingga kalian diuji dan nyata bagi Allah orang-orang yang berjihad di jalan-Nya dan orang yang sabar dalam melawan musuh”.
Syeikhul Ibnu Taimiyyah pernah ditanya, tentang amalan ahlul jannah dan amal perbuatan yang menyebabkan seseorang menjadi penghuni neraka. Beliau menjawab,  amalan ahlul jannah (penghuni surga) adalah iman, takwa, dan amal shalih yang lain. Adapun perbuatan penghuni neraka ketika di dunia adalah kekufuran, kefasikan, dan kemaksiatan. Amalan ahlul jannah adalah beriman kepada Allah, malaikat-malaikat-Nya, kitab-kitab-Nya, rasul-rasul-Nya, percaya adanya hari akhir, serta beriman kepada takdir yang baik dan yang buruk. Amalan lainnya adalah mengucapkan syahadatain; Laa ilaha illallah dan Muhammad Rasulullah, menegakkan shalat, membayar zakat, puasa di bulan Ramadhan, dan haji ke Baitullah. Demikian pula, seorang ahlul jannah ketika di dunia adalah seorang muhsin (berbuat ihsan). Maksudnya, beribadah kepada Allah seakan-akan engkau melihat-Nya, kalaupun engkau tidak bisa melihat-Nya maka sungguh Dia pasti melihatmu.
Al-Quran memberi sedikit gambaran siapa-siapa yang akan bertempat di surga.
وَمَن يُطِعِ اللّهَ وَرَسُولَهُ يُدْخِلْهُ جَنَّاتٍ تَجْرِي مِن تَحْتِهَا الأَنْهَارُ خَالِدِينَ فِيهَا وَذَلِكَ الْفَوْزُ الْعَظِيمُ
وَمَن يَعْصِ اللّهَ وَرَسُولَهُ وَيَتَعَدَّ حُدُودَهُ يُدْخِلْهُ نَاراً خَالِداً فِيهَا وَلَهُ عَذَابٌ مُّهِينٌ
“Siapa yang taat kepada Allah dan Rasul-Nya niscaya Allah akan memasukkannya ke dalam surga yang mengalir di bawahnya sungai-sungai dalam keadaan mereka kekal di dalamnya. Yang demikian itu adalah keberuntungan yang besar. Dan siapa yang bermaksiat kepada Allah dan Rasul-Nya lagi melampaui batasan-batasan-Nya niscaya Allah akan masukkan dia ke dalam neraka dalam keadaan kekal di dalamnya dan untuknya di dalam neraka itu azab yang hina.” (QS: an-Nisa: 13—14).
Begitulah penjelasan Allah Subhanahu Wata’ala. Tentu, berbuat baik pada orang dan tetangga atau sering beramal saja tidaklah cukup memenuhi syarat. Sarat lain adalah taqwa, iman dan tunduk aturan-aturan Allah Subhanahu Wata’ala. Perampok, orang atheis bisa saja beramal karena uangnya, namun mereka bukan karena Allah. Sehingga amal-amalnya tertolak dan sia-sia.
Muhsinin
Kita masih berpeluang mendapatkan surga dengan tetap menjadikan ajaran Islam sebagai pola pikir kita sehari-hari. Allah akan menyambut orang yang punya niat yang ikhlas untuk mendapat keridhoan-Nya. Bahkan Allah akan selalu menyertai orang-orang yang berbuat kebaikan (muhsinin).
“Dan orang-orang yang berjihad untuk (mencari keridhaan) Kami, benar- benar akan Kami tunjukkan kepada mereka jalan-jalan Kami. Dan sesungguhnya Allah benar-benar beserta orang-orang yang berbuat baik,” (QS. 29 : 69).
Jadi, jangan khawatir Allah tetap memberikan perhatian besar kepada kita untuk sama-sama bisa mendapat keridhoan-Nya hingga kelak diberi ganjaran terbaik di dalam surga-Nya. Dengan catatan, kita membiasakan diri untuk senantiasa berbuat baik.
Dari Abu Hurairah r.a, “Telah bersabda Rasulullah saw, “Ada seorang  laki-laki sedang naza’ (dalam kondisi sakaratul maut), ia tidak pernah mengerjakan kebaikan, (kecuali) sekadar menyingkirkan ranting berduri dari jalan; ada kalanya ranting itu berada di atas pohon lalu dipotong, kemudian dibuangnya (jauh), dan ada kalanya ia sengaja dipasang (di tengah jalan) lalu disingkirkannya. Kemudian karenanya Allah berterima kasih kepadanya, lalu dimasukkanlah ia oleh-Nya ke surga.” (HR. Imam Abu Daud, Imam Ibnu Hibban dengan derjajat shahih).
Berbuat baik dengan menyingkirkan ranting di jalan saja, Allah berikan balasan surga. Bagaimana jika kita berusaha taat aturan Allah Subhanahu Wata’ala (mengikuti standar Al-Quran dan As Sunnah) setiap saat, setiap hari, dan sepanjang waktu. Juga meningkatkan kualitas iman kita terus-menerus menjadi lebih baik, sampai bertambah ketaatan kita padaNya?
Berbuat baik berarti berbuat ihsan. Dalam sebuah hadits dijelaskan bahwa ihsan adalah gradasi tertinggi dari keimanan setiap Muslim. Setiap Muslim yang mampu berbuat ihsan insya Allah akan dekat dengan keridhoan-Nya. Sebab Muslim yang ihsan akan senantiasa menahan diri dari berbuat aniaya (dosa), dan bersegera dalam kebaikan. Hatinya dipenuhi kesadaran bahwa Allah SWT senantiasa mengawasi gerak-geriknya.
Bilal bin Rabbah senantiasa menjaga wudhunya agar terhindar dari berbuat maksiat. Karena kebiasaan menjaga kesucian diri dengan berwudhu, terompah Bilal dikatakan Nabi telah berada di dalam surga. Nabi Daud a.s melakukan sehari puasa sehari buka agar terhindar dari berbuat aniaya kepada diri dan orang lain. Apalagi mengingat posisinya sebagai seorang penguasa, yang jika tidak hati-hati dan waspada sangat mudah tergelincir pada keserakahan dan kesesatan.
Sekiranya, umat Islam di tanah air seluruhnya mau beriman dan berbuat baik (ihsan) tentu tentramlah kehidupan bangsa dan negara ini. Karena Allah telah berjanji akan menurunkan rahmat dan berkahNya hanya kepada orang-orang yang beriman dan berbuat baik.
وَلَوْ أَنَّ أَهْلَ الْقُرَى آمَنُواْ وَاتَّقَواْ لَفَتَحْنَا عَلَيْهِم بَرَكَاتٍ مِّنَ السَّمَاءِ وَالأَرْضِ وَلَـكِن كَذَّبُواْ فَأَخَذْنَاهُم بِمَا كَانُواْ يَكْسِبُونَ
“Jikalau sekiranya penduduk negeri-negeri beriman dan bertakwa, pastilah Kami akan melimpahkan kepada mereka berkah dari langit dan bumi, tetapi mereka mendustakan (ayat-ayat Kami) itu, maka Kami siksa mereka disebabkan perbuatannya.”(QS: Al-A’raf[ 7]: 96).
Mengapa kehidupan kita jauh dari berkah dan rahmat Allah? Mengapa pula kehidupan berbangsa kita terus-terusan amburadul? Jangan-jangan, kita semua telah silap dengan peringatan Allah ini. Wallahu A’lam.

Membangun Akal Raksasa dengan Kecerdasan Qurani




 
Kecerdasan qurani identik dengan kecerdasan tingkat tinggi - supra rasional



DALAM episode sejarah kehidupannya, sekalipun Muhammad dipersiapkan oleh Allah Subhanahu Wata’ala selama empat puluh tahun lamanya untuk menjadi komunikator-Nya, terbukti belum cukup. Segudang pengalaman, meliputi pengalaman spiritual, psikologi, diplomasi, pekerja sosial, militer, parenting, pemimpin, figur publik,  tidak memadai sebagai modal untuk dijadikan problem solving dalam menterapi patologi sosial yang menjangkiti bangsanya pada stadium akut.

وَوَجَدَكَ ضَالّاً فَهَدَى
“Dan Dia mendapatimu sebagai seorang yang bingung, lalu Dia memberikan petunjuk." (QS. Adh Dhuha (93) : 7)

Bingung yang dimaksud adalah kebingungan – kehilangan arah/rute -  untuk memperoleh kebenaran mutlak (al-Haqiqah al-Muthlaqah) yang tidak bisa dicapai oleh akal pikiran, lalu Allah menurunkan wahyu kepada Muhammad Shallallahu ‘alaihi Wassalam sebagai jalan untuk memimpin ummat (masyarakat jahiliyah yang terjangkiti penyakit moral – minum-minuman keras, membunuh, mencuri, main judi, makan riba, main perempuan) menuju kebaikan di dunia dan keselamatan di akhirat.

Itulah sebabnya, beliau senang berkhalwat (menyendiri) selama tiga tahun untuk mengadakan perenungan yang luar biasa (untuk mencari solusi mengatasi kerumitan masyarakat jahiliyah)  di Gua Hira.
Dan ketika struktur kepribadiannya sudah matang menurut penilaian-Nya, Allah Subhanahu Wata’ala berkenan menurunkan kepadanya wahyu Al-Quran. Yang berisi perintah dan larangan yang terasa berat dipikul secara pisik dan jiwa. Ternyata, keunggulan isi al-Quran  baru fungsional sebagai petunjuk jika didukung kehebatan pelakunya. Konsep yang agung memerlukan pelaksana yang sepadan dengan kemuliaannya.

“Kalau Sekiranya Kami turunkan Al-Quran ini kepada sebuah gunung, pasti kamu akan melihatnya tunduk terpecah belah disebabkan ketakutannya kepada Allah. dan perumpamaan-perumpamaan itu Kami buat untuk manusia supaya mereka berfikir.” (QS. Al Hasyr (59) : 21).
“Dan sekiranya ada suatu bacaan (kitab suci) yang dengan bacaan itu gunung-gunung dapat digoncangkan atau bumi Jadi terbelah atau oleh karenanya orang-orang yang sudah mati dapat berbicara, (tentulah Al Quran Itulah dia). Sebenarnya segala urusan itu adalah kepunyaan Allah. Maka tidakkah orang-orang yang beriman itu mengetahui bahwa seandainya Allah menghendaki (semua manusia beriman), tentu Allah memberi petunjuk kepada manusia semuanya. dan orang-orang yang kafir senantiasa ditimpa bencana disebabkan perbuatan mereka sendiri atau bencana itu terjadi dekat tempat kediaman mereka, sehingga datanglah janji Allah. sesungguhnya Allah tidak menyalahi janji.” (QS. Ar Ra’du (13) : 31)

Ahli tafsir mengatakan ”Al-Quran la yunthiq walakin yunthiquhur rijal” (Al-Quran tidak dapat berbicara (hanya berupa tulisan yang kering), tetapi yang mengucapkannya dengan lantang adalah manusia).

Jadi, Al-Quran adalah petunjuk kehidupan yang diturunkan Allah untuk Muhammad dan seluruh umat manusia. Bukan diturunkan untuk orang yang telah meninggal dunia. Sebagai pemandu tata kelola dan tata laksana kehidupan (manhajul hayah) agar memperoleh kebahagiaan dan keselamatan di dua tempat (sa’adatud daraini – di dunia dan akhirat).
Hanya saja yang perlu menjadi titik tekan (stressing) disini Allah tidak membatasi wahyu yang terakhir sebagai petunjuk peribadatan (hablun minallah) ansich. Atau hanya mengandung ayat-ayat hukum, sejarah, etika, atau dimensi keilmuan yang lain. Jika Al-Quran hanya kita pandang sebagai ilmu, kekayaan intelektual, maka apa bedanya dengan ilmu yang lain ?. Tetapi memuat rumusan yang jitu untuk sukses dalam menjalin komunikasi dengan Allah Subhanahu Wata’ala, sesama manusia dan makhluk lainnya serta terhadap alam semesta.

Ketika wahyu yang pertama kali diturunkan, yakni surah al-Alaq (96)  ayat 1-5, Al-Quran justru meletakkan prinsip/landasan berpikir dan bertindak yang amat penting bagi manusia, yaitu ilmu pengetahuan. Membaca adalah langkah awal menuju ditemukannya berbagai ilmu pengetahuan, dan itulah perintah pertama (sebelum perintah yang lain) yang diturunkan Tuhan melalui wahyu yang pertama turun.
Dengan perintah membaca yang diulangi dua kali mengajarkan, sesungguhnya sekalipun obyek bacaan hanya itu-itu saja akan melahirkan inspirasi, tafsir, ide, cara pandang  baru dari yang sudah ada. Dan itulah diantara keunggulan wahyu Allah SWT. Berbagai penemuan baru dalam bidang ilmu pengetahuan akan terjadi jika proses membaca dilakukan secara berkesinambungan dan berkelanjutan.

Syeikh Muhammad Abduh mengatakan, “berbeda dengan kitab-kitab yang diturunkan sebelumnya, al-Quran bagaikan gadis (belum disentuh oleh campur tangan tangan jahil manusia), jika dibaca secara terus-menerus akan melahirkan makna-makna baru dari sebelumnya.”
Dengan ayat pertama itu sekaligus mengandung petunjuk bagaimana seharusnya manusia itu membaca. Dalam melakukan aktifitas membaca melazimkan adanya proses spiritual (riyadhah dan mujahadah – olah batin - )  terlebih dahulu. Yakni bacalah dengan (menyebut) nama Tuhanmu yang menciptakan. Dalam membaca obyek bacaan apa saja, hendaknya berpijak pada tuntunan, bimbingan dan arahan Allah Subhanahu Wata’ala (taujih ilahi), bukan berdasarkan pikiran manusia belaka. Karena firman Tuhan yang maha mutlak kebenarannya (al-Haqiqah al-Muthlaqah) memiliki cara sendiri, bagaimana seharusnya ia dipahami. Dengan cara demikian akan melahirkan ilmuan yang didahului oleh kesadaran ilahiyah dalam dirinya. Tanpa bimbingan-Nya.
Nabi Ibrahim, sekalipun manusia pilihan Allah SWT, terbukti tidak bisa menemukan Tuhannya, tanpa arahan dan bimbingan dari-Nya.

Masih dalam wahyu pertama turun itu, Al-Quran telah memberi isyarat obyek bacaan yang amat penting. Yaitu penciptaan manusia dari segumpal darah (min ‘alaq). Bagaimana kejelasan eksistensi manusia lebih lanjut, manusia dipersilahkan oleh Tuhan untuk membacanya (mengadakan penelitian) lebih jauh sehingga menemukan ilmu pengetahuan tentang embriologi. Manusia diarahkan untuk melihat ke atas (langit), ke tengah (diri sendiri) dan ke bawah (bumi dan seisinya serta tempat kembali manusia). Melihat ke tiga arah tersebut mengantarkan manusia menjadi fisikawan, embriologi dan ahli geologi.
Demikianlah sekedar sebuah contoh untuk menunjukkan bahwa Al-Quran petunjuk kehidupan manusia yang perlu terus digali  kandungan maknanya, baik secara tekstual dan kontekstual.
Jika terus digali dan dielaborasi kandungan maknanya dan tidak dibatasi atau berhenti pada masalah-masalah ushul – prinsip-prinsip yang tidak berubah saja -  (aqidah, ibadah dan akhlak), tetapi pula masalah furu’ (tidak prinsip), Al-Quran potensial membuat umat Islam menjadi cerdas dalam memahami, memilah-milah, mengurai (ahlul halli wal ‘aqdi) dan menyikapi berbagai persoalan dalam kehidupan ini.
   
Imam Nawawi mengatakan,”Al-Quran Hammalatul Makna” (Al-Quran mengandung kedalaman makna yang terus berkembang mengikuti dinamika zaman).

Jika kemampuan itu dimiliki, itulah yang dinamakan sebagai kecerdasan Qurani atau Quranic Quotient. Kecerdasan qurani identik dengan kecerdasan tingkat tinggi - supra rasional, kemampuan untuk memahami dan menyikapi sesuatu hal (keadaan/masalah) dengan cara pandang Al-Quran. Pendengaran, penglihatan, hati dan instrumen lain yang dikaruniakan oleh Allah SWT mengalami disfungsi jika disconnect terhadap kalimatullah (ayat-ayat quraniyah) dan khalqullah (ayat-ayat kauniyah).


أَفَمَن يَعْلَمُ أَنَّمَا أُنزِلَ إِلَيْكَ مِن رَبِّكَ الْحَقُّ كَمَنْ هُوَ أَعْمَى إِنَّمَا يَتَذَكَّرُ أُوْلُواْ الأَلْبَابِ
الَّذِينَ يُوفُونَ بِعَهْدِ اللّهِ وَلاَ يِنقُضُونَ الْمِيثَاقَ
وَالَّذِينَ يَصِلُونَ مَا أَمَرَ اللّهُ بِهِ أَن يُوصَلَ وَيَخْشَوْنَ رَبَّهُمْ وَيَخَافُونَ سُوءَ الحِسَابِ
وَالَّذِينَ صَبَرُواْ ابْتِغَاء وَجْهِ رَبِّهِمْ وَأَقَامُواْ الصَّلاَةَ وَأَنفَقُواْ مِمَّا رَزَقْنَاهُمْ سِرّاً وَعَلاَنِيَةً وَيَدْرَؤُونَ بِالْحَسَنَةِ السَّيِّئَةَ أُوْلَئِكَ لَهُمْ عُقْبَى الدَّارِ
جَنَّاتُ عَدْنٍ يَدْخُلُونَهَا وَمَنْ صَلَحَ مِنْ آبَائِهِمْ وَأَزْوَاجِهِمْ وَذُرِّيَّاتِهِمْ وَالمَلاَئِكَةُ يَدْخُلُونَ عَلَيْهِم مِّن كُلِّ بَابٍ

“Adakah orang yang mengetahui bahwasanya apa yang diturunkan kepadamu dari Tuhanmu itu benar sama dengan orang yang buta? hanyalah orang-orang yang berakal saja yang dapat mengambil pelajaran,. (yaitu) orang-orang yang memenuhi janji Allah dan tidak merusak perjanjian,. dan orang-orang yang menghubungkan apa-apa yang Allah perintahkan supaya dihubungkan[tali silaturrahim], dan mereka takut kepada Tuhannya dan takut kepada hisab yang buruk. dan orang-orang yang sabar karena mencari keridhaan Tuhannya, mendirikan shalat, dan menafkahkan sebagian rezki yang Kami berikan kepada mereka, secara sembunyi atau terang-terangan serta menolak kejahatan dengan kebaikan; orang-orang Itulah yang mendapat tempat kesudahan (yang baik), (yaitu) syurga 'Adn yang mereka masuk ke dalamnya bersama-sama dengan orang-orang yang saleh dari bapak-bapaknya, isteri-isterinya dan anak cucunya, sedang malaikat-malaikat masuk ke tempat-tempat mereka dari semua pintu." (QS. Ar-Ra’du (13) : 19-23).

Umat Islam akan dapat hidup at home – sejahtera lahir dan batin - makan kenyang, pakaian lengkap, tidur nyenyak, hunian yang layak. Mereka hidup benar-benar sesuai dengan tuntunan Al-Quran dalam menghadapi pasang-surut (naik-turun kehidupan) dan dalam kondisi apapun dan bagaimanapun, bila memiliki dan mendayagunakan kecerdasan qurani. Jadi, kecerdasan qurani adalah alat yang efektif dan efisien dalam menghadapi fluktuasi dan dinamika zaman dan persoalan yang menyertainya. Sesuatu yang ironis, kenyataan membuktikan dan menunjukkan bahwa dewasa ini umat Islam sendiri masih sangat awam dan mayoritas jauh dari Al-Quran.
Realitas yang timpang tersebut, umat islam sudah waktunya digalakkan terus untuk memperbaiki dalam berinteraksi dengan Al-Quran, dibimbing untuk dekat dengannya, membaca dan memahami kandungannya. Dengan cara itulah Al-Quran berhasil merekonstruksi pola pikir, hati dan perilaku umat Islam yang pertama (as-Sabiqun al-Awwalun). Itulah dasar bagi dibangunnya kecerdasan qurani itu.

Ayat-ayat tanziliyah dan ayat-ayat kauniyah

Bertolak dari pemikiran diatas betapa pentingnya dibangun dan ditumbuh kembangkan kecerdasan qurani itu. Kecerdasan qurani harus dimulai sejak dini (ketika panca indranya dan indra lainnya belum terkontaminasi oleh residu lingkungan sosialnya), terus berkelanjutan dan terprogram.
Mungkinkah kita memperoleh kecerdasan qurani tanpa mentadabburi kandungannya, sebagaimana yang diisyaratkan firman Allah Subhanahu Wata’ala di awal tulisan ini?    Potensi penglihatan, pendengaran, hati, yang tidak diberdayakan untuk berinteraksi dengan ayat-ayat tanziliyah dan ayat-ayat kauniyah yang digelar di setiap ufuk, akan mengalami disfungsi. Yakni, tuli dalam mendengarkan kebenaran wahyu, bisu dalam mengucapkan kebenaran wahyu dan buta dalam melihat kebenaran wahyu.
“Dan sesungguhnya Kami jadikan untuk (isi neraka Jahannam) kebanyakan dari jin dan manusia, mereka mempunyai hati, tetapi tidak dipergunakannya untuk memahami (ayat-ayat Allah) dan mereka mempunyai mata (tetapi) tidak dipergunakannya untuk melihat (tanda-tanda kekuasaan Allah), dan mereka mempunyai telinga (tetapi) tidak dipergunakannya untuk mendengar (ayat-ayat Allah). mereka itu sebagai binatang ternak, bahkan mereka lebih sesat lagi. mereka Itulah orang-orang yang lalai.” (QS. Al-Araf (7) : 179).

“Dan janganlah kamu menjadi seperti orang-orang (munafik) vang berkata "Kami mendengarkan [hatinya mengingkarinya], Padahal mereka tidak mendengarkan. Sesungguhnya binatang (makhluk) yang seburuk-buruknya pada sisi Allah ialah; orang-orang yang pekak dan tuli [tidak mau mendengar, menuturkan dan memahami kebenaran] yang tidak mengerti apa-apapun.” (QS. Al-Anfal (8) : 21-22).

Kecerdasan qurani melebihi/mengungguli/mengatasi kecerdasan yang pada umumnya dimiliki manusia, yaitu kecerdasan intelektual, emosional dan spiritual. Jika kecerdasan spektakuler ini dimiliki oleh seseorang, maka akan  mencerdaskan pikirannya, menghaluskan hati dan perasaannya dan menggerakkan pisiknya untuk berjihad di jalan-Nya.
Dengan konsisten (istiqamah)  dan komitmen (iltizam) terhadap nilai-nilai yang diserap dari Al-Quran akan melahirkan kehidupan individu yang sejahtera lahir dan batin (hayatan thayyibah), keluarga sakinah, mawaddah wa rahmah, masyarakat yang penuh berkah – tumbuh dan berkembang dalam kebaikan (qaryah mubarakah), negeri yang aman (baladan amina), beberapa negeri yang makmur diliputi ampunan Tuhan Yang Maha Pengampun (baldatun thayyibatun wa rabbun ghafur). Wallahu a’lam bish-shawab.*

Empat Amanah Pemuda Muslim dalam Memikul Risalah Islam [1]

ADALAH Imam Syafi’i pernah berkata; “Kalau seandainya Allah Subhanahu Wata’ala tidak menurunkan hujjah kepada makhluk-Nya selain surat ini saja (Surat Al-‘Ashr) sudah cukup bagi mereka. Karena di dalamnya mengandung empat unsur fundamental dalam memikul  amanah risalah Islam, yaitu : al-‘Ilmu (memahami Islam), al-‘Amalu bihi (mengamalkan), ad-Dakwatu ilaihi (mendakwakannya), ash-Shabru ‘alal adza fih (sabar dalam memikul amanah tersebut). Surat ini sudah memadai bagi seorang hamba dalam memotivasi dirinya untuk berpegang teguh dengan agama Allah Subhanahu Wata’ala, membangun keterikatan dirinya dengan keimanan, amal shalih, dakwah ilallah, dan bersabar, teguh dan tegar dalam menjalankan semua perkara tersebut.  Syeikh Ibnu Baz ketika memberikan syarh surat al-‘Ashr ini mengatakan,  orang-orang yang beriman, beramal shalih, saling berwasiat dengan kebenaran dan saling berwasiat dengan kesabaran, mereka itulah orang-orang yang beruntung sedangkan selain mereka adalah orang-orang yang merugi.
Amanah Pertama  Memahami Islam dengan Benar
Tafaqquh Fiddin


Pemuda Muslim wajib memahami Islam dengan benar. Untuk mengerti agamanya ia harus memahaminya dengan pola pendekatan yang benar. Sebagaimana pemahman yang mengawali perintisan Islam ini, pendahulu kita yang shalih (salafus sholih). Banyak orang yang menzhalimi Islam dengan memasukkan ke dalamnya sesuatu yang bukan termasuk ajaran Islam, dan mengeluarkan darinya apa yang termasuk prinsip ajaran Islam.
Sepanjang zaman ini ada orang-orang yang menyandarkan kepada Islam apa yang sebenarnya bukan berasal dari Islam. Telah banyak perkara aneh dan asing ke dalam Islam, padahal ia bukan dari ajaran Islam. Ajaran-ajaran semacam itu telah merusak keindahan dan kemuliaan Islam dan mengotori kejernihannya. Bid’ah-bid’ah tersebut terdapat di sana-sini dan orang-orangpun menerima saja sebagai bagian dari ajaran Islam sesuatu yang sama sekali tidak ada keterangan dan perkenan, restu dari Allah Subhanahu Wata’ala. Yang mereka namakan dengan terma ‘bid’ah hasanah’ dan dengan semboyan bahwa “menambah kebaikan itu adalah baik”.
Rasulullah Subhanahu Wata’ala telah menekankan kepada umatnya agar tidak memberikan tambahan apa pun dalam agama Islam. Sebab segala sesuatu yang menerima tambahan berarti pula menerima pengurangan (dapat dikurangi), padahal sesuatu yang sempurna itu tidak menerima tambahan dan pengurangan. Sedang Allah SWT telah menyempurnakan agama Islam ini sehingga ia tidak memerlukan tambahan dan pengurangan dari siapa pun.
الْيَوْمَ أَكْمَلْتُ لَكُمْ دِينَكُمْ وَأَتْمَمْتُ عَلَيْكُمْ نِعْمَتِي وَرَضِيتُ لَكُمُ الإِسْلاَمَ دِيناً فَمَنِ اضْطُرَّ فِي مَخْمَصَةٍ غَيْرَ مُتَجَانِفٍ لِّإِثْمٍ فَإِنَّ اللّهَ غَفُورٌ رَّحِيمٌ
“Pada hari ini telah Aku sempurnakan untukmu agamamu dan telah KU-sempurnakan nikmat-KU atasmu serta telah KU-ridhai Islam sebagai agama bagimu.” (QS. Al Maidah (5) : 3).
Oleh karena itu Rasulullah SAW menekankan kepada umatnya melalui sabdanya :

“Jauhkanlah dirimu dari perkara-perkara baru yang diada-adakan (dalam agama), karena sesungguhnya semua perkara baru yang diada-adakan (dalam agama) itu adalah bid’ah, dan semua bid’ah itu adalah sesat.” (HR. Ahmad).
“Barangsiapa yang mengada-adakan dalam urusan (agama) kami ni, sesuatu yang tidak termasuk urusan agama, maka hal itu tertolak.” (HR.  Ahmad, Bukhari dan Muslim).
Tafaqquh fiddin (mendalami ajaran agama secara terperinci) di sini merupakan fardhu kifayah. Yakni memurnikan dan memperdalam ajaran Islam lalu diajarkannya kepada orang lain. Sehingga dengan demikian ia menjadi rujukan yang dapat memberikan fatwa, memecahkan persoalan-persoalan hukum (fiqh) dan mengajar. Disamping itu ada ilmu yang wajib dimiliki oleh setiap muslim untuk menjelaskan tujuan kehidupannya dan menerangi jalannya. Inilah yang dinamakan ilmul hal (hubungan manusia dengan Allah SWT). Manusia harus memiliki ikatan tertentu untuk memperdalam agamanya agar bisa meluruskan aqidah, ibadah dan akhlaknya, dan mengatur kehidupannya. Mengetahui batas-batas dan hukum Allah SWT. Yang diperintahkan dan yang dilarang, yang halal dan yang haram.
Maka, ia memiliki pondasi yang kuat untuk memahami Islam dari sumber-sumbernya yang murni. Jauh dari sikap berlebih-lebihan dan kecerobohan. Dengan demikian, tidak ada sesuatu yang dapat menjadikannya tersia-sia seperti sikap melampaui batas (ifroth) dan mengurang-ngurangi (tafrith).
Kita berharap agar pemuda Islam yang berkhidmah untuk kejayaan Islam itu unggul dalam pelajarannya dan menjadi uswatun hasanah (teladan yang baik). Sehingga orang-orang memandang bahwa tugas agama itu tidak mengahambat pelajaran. Orang yang faqih dalam agama islam tidak identik dengan orang yang lemah dalam bidang akademik. Belajar agama, bukan mengurangi etos kerja. Kewajiban-kewajiban itu dilakukan secara berimbang. Yang satu tidak melampaui yang lain.
Belajar itu memang merupakan kewajiban. Semakin banyak bidang kehidupan yang dipelajari, semakin sadar betapa banyak aspek yang belum diketahuinya. Unggul dalam pelajaran merupakan kelaziman bagi para pemikul panji-panji dakwah Islam. Dan kita juga harus mempelajari segala sesuatu yang menjadi kelaziman bagi kita, baik yang berkaitan dengan waktu maupun aspek-aspek kehidupan yang lain.
Misalnya tentang hukum-hukum shalat dan thaharah, maka seorang pemuda harus mempelajarinya agar dapat melakukan shalat  secara sah. Dan bila hendak menunaikan ibadah haji misalnya, maka ia harus membaca atau mempelajari risalah haji supaya mengetahui rukun-rukun dan kewajiban-kewajiban agar hajinya sah. Namun tidaklah dituntut bagi semua orang dan semua muslim untuk mempelajari dan mendalami masalah haji, hanya saja bagi pemuda yang hendak melaksanakan ibadah haji hendaklah ia mempelajari risalah yang membicarakan hukum-hukm haji.
Dan ketika anda akan melaksanakan umroh, maka bacalah risalah yang membicarakan hukum-hukum dan aturan umroh. Katika anda menjadi seorang hartawan, maka pelajarilah dan fahamilah hukum-hukum zakat. Bila anda seorang ekonom atau pedagang, maka pelajarilah hukum-hukum dagang dan segala sesuatu yang berkaitan dengan prinsip-prinsip jual-beli, pembelanjaan uang, saham, riba, dan lain-lainnya yang berhubungan dengan perdagangan. Segala sesuatu yang anda hadapi dalam kehidupan sehari-hari harus anda pelajari dan anda mengerti, seperti apa yang anda makan dan minum (ini menentukan terkabulnya doa), apa yang anda pakai, apa yang anda dengarkan, apa yang anda saksikan.
Pahami dan ketahuilah bahwa semua itu agar anda tidak terperosok ke dalam lembah haram sedang anda tidak mengetahuinya. Atau anda mengingkari orang lain yang melakukan sesuatu yang halal karena anda tidak mengerti, atau menganggap yang makruh itu haram, atau mempersepsikan dosa kecil sebagai dosa besar atau sebaliknya.
Pengetahuan seperti ini harus dimiliki, karena Islam adalah agama yang didasarkan pada ilmu pengetahuan, tidak seperti agama-agama lain yang mengajarkan “Yakinlah dan percayailah sekalipun engkau buta (tidak tahu, tidak mengerti, tidak rasional) ! Atau : Pejamkanlah kedua matamu, kemudian ikutilah aku ! Atau : Kebodohan atau ketakwaan adalah sama saja”.
Tetapi Islam mengatakan :


قُلْ هَـذِهِ سَبِيلِي أَدْعُو إِلَى اللّهِ عَلَى بَصِيرَةٍ أَنَاْ وَمَنِ اتَّبَعَنِي وَسُبْحَانَ اللّهِ وَمَا أَنَاْ مِنَ الْمُشْرِكِينَ
“Katakanlah: Inilah jalan (agama) ku, aku dan orang-orang yang mengikutiku mengajak (kamu) kepada Allah dengan hujjah yang nyata.” (QS. Yusuf (12) : 108).
Jadi, setiap orang yang mengikuti Rasulullah adalah khalifahnya atau penerus perjuangannya yang menyeru manusia kepada agama Allah berdasarkan hujjah yang nyata dan cahaya yang terang benderang.
Kita ingin mengetahui dan memahami Islam berdasarkan dalil dan keterangan yang jelas. Dan diantara hak seorang muslim ialah menanyakan dalil/hujjah/argumentasi bagi segala sesuatu yang meragukannya sehingga hatinya tenang dan batinnya puas. Ya, mengetahui hukum dengan dalilnya, karena ilmu itu adalah mengetahui kebenaran berserta argumentasi yang menguatkannya.
Kulit Islam Telah Di Robek-Robek
Maka, wajib bagi generasi muda Islam untuk memahami Islam, tidak hanya mengerti kulitnya saja. Sementara kulitnya saja sekarang tampak tercabik-cabik. Apalagi dalam beberapa periode yang lalu, kaum muslimin tidak memahami Islam secara mendalam. Sekolah-sekolah  telah mencetak orang-orang yang tidak memahami Islam. Pemuda yang studi ke sebuah lembaga pendidikan hingga tamat, lebih banyak mengetahui sejarah Eropa daripada sejarah Islam. Mereka lebih mengenal Napoleon daripada Rasulullah dan lebih mengerti tentang revolusi Prancis daripada Perang Uhud.
Mereka tidak mengetahui sejarah hidup Rasulullah SAW melainkan hanya sepintas lalu. Mereka tidak mengerti sejarah para sahabat Rasulullah selain fitnah-fitnah dan peperangan yang terjadi di antara mereka. Bahkan mereka tidak mengerti apa itu Risalah Muhammad SAW, mana sisi agung kepribadian beliau, apa yang disumbangkan oleh beliau kepada dunia, apa keunggulan dan karakteristik generasi mereka, dan bagaimana pula perbedaannya dengan generasi-generasi sesudahnya. Mereka juga tidak mengenal kebudayaan dan peradaban Islam yang sempurna yang bersifat Rabbaniyah, insaniyah, akhlaqiyah, ‘lmiyah, ‘alamiyah, yang telah diciptakan oleh Islam ketika orang-orang Barat baru dapat melihat cahaya dari lubang jarum yang sangat kecil.
Kita wajib memahami Islam dengan benar dan menolak syubhat-syubhat (salah paham terhadap kebenaran) atau kesamaran yang dilontarkan orang lain terhadap Islam. Kita pahami Islam dengan baik dimuali dari diri kita sendiri dan keluarga kita sehingga kita dapat berjalan berdasarkan dalil dan hujjah yang nyata.
Kita perlu memiliki pengetahuan yang cukup memadai tentang agama kita. Tuhan kita, Rasul kita, syariat kita, quran kita, sejarah kita, umat kita, dan segala warisan (turats) kita. Sehingga kita dapat menyatakan dan membuktikan bahwa yang benar itu benar dan yang batil itu batil sekalipun orang-orang yang fasik tidak menyukainya.
Kita tidak cukup hanya dengan bertahan semata, tetapi kita harus mengerti tentang kedalaman Islam untuk menghadapi musuh-musuh Islam. Yaitu orang beriman yang mendengki kita, orang kafir yang memenjarakan dan membunuh serta mengusir dari tempat tinggal kita, orang munafik yang merusak shaf kita dari dalam, hawa nafsu yang menggoda kita, syetan yang menjerumuskan kita. Kita harus ofensif (maju ke depan) bukan hanya defensif (bertahan).
Kita sudah sepatutnya berdakwah dan menyeru manusia berdasarkan pemahaman yang baik. Dai memanggil manusia dengan hujjah yang terang. Kita harus rajin membaca karena kita adalah ummat qiraah, sejak ayat Al-Quran turun pertama kali. Dan perintah yang pertama kali yang diturunkan oleh Allah kepada Nabi Muhammad SAW adalah kata perintah membaca yang diulang dua kali dalam firman-Nya.
Muslim yang benar, dia akan selalu membaca kitab sucinya bernama al-Quran (bacaan yang sempurna). Tetapi sayang, umat ini sekarang tidak senang membaca. Kaum muslimin dahulu gemar sekali membaca hingga menjelang ajalnya. Mereka berkata “ Kami takut kalau ada hari yang berlalu tanpa kami gunakan untuk membaca”. Bahkan ada salah seorang diantara mereka yang telah lanjut usia tetapi masih saja rajin mencari ilmu, lalu datang seseorang seraya bertanya kepadanya, “Kapankah anda menuntut ilmu ?. Lalu ia menjawab, “Hingga aku meninggalkan dunia ini”. Dan diantara kata-kata mutiara mereka ialah.
“Tuntutlah ilmu sejak dari buaian hingga anda masuk ke liang kubur”
Para ulama salaf pernah mengatakan, “Sesungguhnya ilmu itu tidak akan memberikan apa-apa kepadamu sehingga kamu memberikan semua yan ada pada dirimu kepadanya. Semua tenagamu, semua waktumu, dan segenap dirimu secara hissiyan (lahir) wa ma’nawiyyan (batin).
Tetapi, apakah dengan membaca ini sudah cukup? Cukuplah bagi kita mengerti dan memahami setelah belajar, lantas segala sesuatunya dianggap sudah sempurna dan sudah selesai? Apakah Islam hanya menghendaki kita menjadi orang yang pandai berfilsafat dan berpengetahuan saja? Tidak, tidak cukup hanya itu. Tetapi harus diamalkan. Ilmu yang tidak diamalkan bagaikan pohon yang tidak berbuah.

Keutamaan & Manfaat Shalat Subuh


Ikhwahfillah, sudah terlalu banyak tulisan dan ceramah agama yang menjelaskan tentang keutamaan shalat berjamaah, baik di media cetak, media massa atau mimbar-mimbar masjid. Tetapi mengkaji ilmu Allah yang maha luas tidak cukup hanya sekali dua kali, sudah menjadi fitrah manusia untuk lupa terhadap sesuatu, meski sudah sering didengar. Maka dari itu kita mesti saling mengingatkan kepada sesama saudara.

Perintah Melaksanakan Shalat Subuh 

sholat subuh

Beberapa ayat dan hadits yang berkaitan dengan perintah melaksanakan shalat subuh:

1. Al Israa ayat 78 Dirikanlah shalat dari sesudah matahari tergelincir sampai gelap malam dan (dirikanlah pula shalat) subuh. Sesungguhnya shalat subuh itu disaksikan (oleh malaikat). (QS. Al Israa : 78)
2. Hadits Riwayat Bukhari dan Muslim Dan dari Abu Hurairah r.a. berkata : Rasulullah saw bersabda : Tidak ada shalat yang lebih berat bagi orang munafik daripada shalat shubuh dan isya, dan andaikan mereka mengetahui pahalanya tentu mereka akan medatanginya meskipun dengan merangkak-rangkak.(HR. Bukhari, Muslim)
3. Hadits Riwayat Muslim dan Tarmidzi Rasulullah SAW bersabda: “Barangsiapa yang shalat Isya dengan berjamaah maka seakan-akan ia mengerjakan shalat setengah malam, dan barangsiapa yang mengerjakan shalat shubuh berjama’ah maka seolah-olah ia mengerjakan shalat semalam penuh. (HR. Muslim dan Turmudzi dari Utsman RA).

4. Hadits Riwayat Bukhari “Barang siapa yang solat dua waktu yang dingin, maka akan masuk syurga.” (Hadis riwayat Bukhari).
5. Hadits Riwayat Bukhari dan Muslim Rasulullah SAW bersabda yang bermaksud: “Kami sedang duduk bersama Rasulullah SAW, ketika melihat bulan purnama. Baginda berkata, “Sungguh kamu akan melihat Rabb (Allah), sebagaimana kamu melihat bulan yang tidak terhalang dalam memandangnya. Apabila kamu mampu, janganlah kamu menyerah dalam melakukan solat sebelum terbit matahari dan solat sebelum terbenam matahari. Maka lakukanlah.” (Hadis riwayat Bukhari dan Muslim)

Keutamaan Shalat Subuh

Sholat subuh merupakan ibadah yang bagi sebagian orang terasa berat untuk dilakukan di awal waktu. Mereka terbuai oleh nikmatnya tidur. Sadar atau tidak sadar rutinitas kehidupan manusia menjadi siklus kantuk, tidur, bangun, dan beraktivitas.

Sebuah sunnatullah yang telah dilekatkan pada penciptaan manusia. ”Dan Kami jadikan tidurmu untuk istirahat. ” (QS An-Naba’ [78]: 9).

Setiap pagi kalau kita tinggal didekat mesjid maka akan terbangun mendengar adzan subuh, yang menyuruh kita untuk melaksanakan shalat subuh. Adzan untuk panggilan sholat Subuh agak berbeda. Ada tambahan ucapan ashsholatu khoirumminan naum sebanyak dua kali yang artinya sholat lebih baik daripada tidur. Ini menandakan betapa istimewanya shalat pada waktu ini. Seorang Muslim bila dibiarkan begitu saja (tertidur), akan memilih untuk merehatkan dirinya sampai terjaga hingga terbit matahari dan meninggalkan solat Subuh, atau mengerjakan sholat Subuh tidak pada waktunya yang benar.

Salah satu keutamaan shubuh adalah Rasulullah SAW mendoakan umatnya yang bergegas dalam melaksanakan solat Subuh, sebagaimana sebutkan dalam hadist: “Ya Allah, berkatilah umatku selama mereka suka bangun subuh (yaitu mengerjakannya).” (Hadis riwayat Tarmidzi, Abu Daud, Ahmad dan Ibnu Majah).

Bahkan, Allah Azza WaJalla berfirman: “Dan bersabarlah kamu bersama-sama dengan orang-orang yang menyeru Tuhannya di pagi dan senja hari dengan mengharap keredaan-Nya, dan janganlah kedua matamu berpaling daripada mereka kerana mengharapkan perhiasan duniawi, dan janganlah kamu mengikuti orang yang hatinya sudah Kami lalaikan daripada mengingati Kami, serta menuruti hawa nafsunya dan adalah keadaannya itu melampaui batas.” (Surah al-Kahfi, ayat 28)

Keutamaan solat Shubuh diberikan ganjaran pahala melebihi keindahan dunia dan seisinya, sebagaimana disebutkan dalam hadis riwayat Imam at-Termizi: “Dari Aisyah telah bersabda Rasulullah SAW, dua rakaat solat Fajar pahalanya lebih indah daripada dunia dan seisinya.”
Begitulah keistimewaan solat Subuh. Apakah yang menghalang kita untuk menyingkap selimut dan mengakhiri tidur untuk melakukan solat Subuh?

Mungkin menjadi pertanyaan mengapa Tuhan memerintahkan kita bangun pagi dan shalat subuh? Berbagai jawaban dari semua disiplin ilmu tentunya akan banyak dijumpai dan membedah serta memberikan jawaban akan manfaat shalat subuh itu. Dibawah akan diulas sedikit mengenai manfaat shalat subuh, instruksi Allah sejak 1400 tahun yang lalu.

Pernahkah kita mencoba sedikit saja menghayati kalimat “ash shalatu khairun minan naum”? Mengapa kalimat itu justru dikumandangkan hanya pada shalat subuh, tatkala kita semua sedang terlelap, dan bukan pada adzan untuk shalat lain. Sangat mudah bagi kita semua mengatakan bahwa shalat subuh memang baik karena menuruti perintah Allah SWT, Tuhan semesta Alam, Apapun perintahnya pasti bermanfaat bagi kehidupan manusia. Tetapi disisi mana manfaat itu? Apa supaya waktu banyak untuk mencari rezeki, tidak ketinggalan kereta atau bus karena macet? Pada waktu dulukan belum ada desak-desakan seperti sekarang.

Shalat Subuh Bagi Kesehatan Manusia 

Sejak lama banyak orang yang mempertanyakan kenapa kita diharuskan bangun pada pagi buta untuk melaksakan shalat subuh. Selain untuk melaksanakan kewajiban sebagai hamba yang beriman, adakah manfaat lain yang bisa diambil oleh manusia. Ketika Allah menurunkan sebuah perintah akan sesuatu, kadang kita memang tidak mengerti manfaat dibalik itu semua, hingga kita mencarinya sendiri. Sebab ilmu pengetahuan manusia tidak dapat mencapai hakikat penciptaan Allah seluruhnya.

Pada studi MILIS, studi GISSI 2 dan studi-studi lain di luar negeri, yang dipercaya sebagai suatu penelitian yang shahih maka dikatakan puncak terjadinya serangan jantung sebagian besar dimulai pada jam 6 pagi sampai jam 12 siang. Mengapa demikian? Karena pada saat itu sudah terjadi perubahan pada sistem tubuh dimana terjadi kenaikan tegangan saraf simpatis (istilah Cina:Yang) dan penurunan tegangan saraf parasimpatis (YIN). Tegangan simpatis yang meningkat akan menyebabkan kita siap tempur, tekanan darah akan meningkat, denyutan jantung lebih kuat dan sebagainya.

Pada tegangan saraf simpatis yang meningkat maka terjadi penurunan tekanan darah, denyut jantung kurang kuat dan ritmenya melambat. Terjadi peningkatan aliran darah ke perut untuk menggiling makanan dan berkurangnya aliran darah ke otak sehingga kita merasa mengantuk, pokoknya yang cenderung kepada keadaan istirahat.

Pada pergantian waktu pagi buta (mulai pukul 3 dinihari) sampai siang itulah secara diam-diam tekanan darah berangsur naik, terjadi peningkatan adrenalin yang berefek meningkatkan tekanan darah dan penyempitan pembuluh darah (efek vasokontriksi) dan meningkatkan sifat agregasi trombosit (sifat saling menempel satu sama lain pada sel trombosit agar darah membeku) walaupun kita tertidur. Aneh bukan? Hal ini terjadi pada semua manusia, setiap hari termasuk anda dan saya maupun bayi anda. Hal seperti ini disebut sebagai ritme Circardian/Ritme sehari-hari, yang secara kodrati diberikan Tuhan kepada manusia. Kenapa begitu dan apa keuntungannya Tuhan yang berkuasa menerangkannya saat ini.

Namun apa kaitannya keterangan di atas dengan kalimat “ash shalatu khairun minan naum”? Shalat subuh lebih baik dari tidur?

Secara tidak langsung hal ini dapat dirunut melalui penelitian Furgot dan Zawadsky yang pada tahun 1980 dalam penelitiannya mengeluarkan sekelompok sel dinding arteri sebelah dalam pada pembuluh darah yang sedang diselidikinya (dikerok). Pembuluh darah yang normal yang tidak dibuang sel-sel yang melapisi dinding bagian dalamnya akan melebar bila ditetesi suatu zat kimia yaitu: Asetilkolin. Pada penelitian ini terjadi keanehan, dengan dikeluarkannya sel-sel dari dinding sebelah dalam pembuluh darah itu, maka pembuluh tadi tidak melebar kalau ditetesi asetilkolin. Penemuan ini tentu saja menimbulkan kegemparan dalam dunia kedokteran. “Jadi itu toh yang menentukan melebar atau menyempitnya pembuluh darah, sesuatu penemuan baru yang sudah sekian lama, sekian puluh tahun diteliti tapi tidak ketemu”.

Penelitian itu segera diikuti penelitian yang lain diseluruh dunia untuk mengetahui zat apa yang ada didalam sel bagian dalam pembuluh darah yang mampu mengembangkan/melebarkan pembuluh itu. Dari sekian ribu penelitian maka zat tadi ditemukan oleh Ignarro serta Murad dan disebut NO/Nitrik Oksida. Ketiga penelitian itu Furchgott dan Ignarro serta Murad mendapat hadiah NOBEL tahun 1998.

Zat NO selalu diproduksi, dalam keadaan istirahat tidur pun selalu diproduksi, namun produksi dapat ditingkatkan oleh obat golongan Nifedipin dan nitrat dan lain-lain tetapi juga dapat ditingkatkan dengan bergerak, dengan olahraga. Efek Nitrik oksida yang lain adalah mencegah kecenderungan membekunya darah dengan cara mengurangi sifat agregasi/sifat menempel satu sama lain dari trombosit pada darah kita.

Jadi kalau kita bangun tidur pada pagi buta dan bergerak, maka hal itu akan memberikan pengaruh baik pada pencegahan gangguan kardiovaskular. Naiknya kadar NO dalam darah karena exercise yaitu wudhu dan shalat sunnah dan wajib, apalagi bila disertai berjalan ke mesjid merupakan proteksi bagi pencegahan kejadian kardiovaskular.

Selain itu patut dicatat bahwa pada posisi rukuk dan sujud terjadi proses mengejan, posisi ini meningkatkan tonus parasimpatis (yang melawan efek tonus simpatis). Dengan exercise tubuh memproduksi NO untuk melawan peningkatan kadar zat adrenalin di atas yang berefek menyempitkan pembuluh darah dan membuat sel trombosit darah kita jadi bertambah liar dan inginnya rangkulan terus. Demikianlah kekuasaan Allah, ciptaannya selalu dalam berpasang-pasangan, siang-malam, panas-dingin, dan NO-Kontra anti NO.

Keilmuan modern telah mengukuhkan tentang keberadaan gas O3 (ozon), yang mengandung prosentase oksigen yang tinggi dan dapat mencapai puncak reaksinya pada waktu shalat Subuh, lalu berkurang secara bertahap hingga terbit matahari.

Sebenarnya, fakta ini tidak membutuhkan suatu penemuan ataupun pengokohan, karena Anda sendiri bisa mudah mengamati kebersihan dan kesegaran udara pada waktu shalat Subuh dibandingkan dengan waktu siang hari.

Udara pada waktu Subuh masih bersih dan belum tercemari kebersihan dan kesegarannya dengan apapun. Udara ini dapat menyegarkan hati, menguatkan paru-paru, memperbarui sel-sel yang mati, menyuplai tubuh dengan oksigen, mengeluarkan karbon dioksida, membersihkan darah dari kotoran-kotoran, memperbaiki kinerja organ-organ tubuh, merenggangkan urat-urat syaraf, menyembuhkan berbagai penyakit syaraf, rheumatik, dan asma.

Penutup
Allah, sudah sejak awal Islam datang menyerukan shalat subuh. Hanya saja Allah tidak secara jelas menyatakan manfaat akan hal ini karena tingkat ilmu pengetahuan manusia belum sampai dan masih harus mencarinya sendiri walaupun harus melalui rentang waktu ribuan tahun. Petunjuk bagi kemaslahatan umat adalah tanda kasihNya pada hambaNya. Bukti manfaat instruksi Allah baru datang 1400 tahun kemudian. Allahu Akbar.

Mudah-mudahan mulai saat ini kita tidak lagi memandang sholat sebagai perintahNya akan tetapi memandangnya sebagai kebutuhan kita. Sehingga tidak merasa berat dan terpaksa dalam menjalankan ibadah dan selalu shalat subuh didahului dengan shalat sunnah dan kalau dapat jalan ke mesjid.

Ya akhi wa ukhti fillah, tidak ada manusia yang sempurna dan lepas dari kesalahan, tetapi itu semua bukan sebuah alasan untuk kita tidak menjadi baik. Semoga Allah Azza WaJalla me-ridhoi semua proses yang ingin dan sedang kita jalankan ini. Wallahualam Bishowab.

Selamat shalat subuh dengan penuh rasa syukur pada Allah akan karunia ini. Amien.